Sosialisasi KTA AGPAII Digital DPW AGPAII Provinsi Gorontalo

Aula BPHU Kantor Kementerian Agama Kota Gorontalo.

Pemateri pada kegiatan PPKB PAI Tingkat Provinsi Gorontalo

Hotel Grand Q Kota Gorontalo 8-10 Oktober 2021.

Guru Mulia Karena Karya

Workshop Inovasi Pembelajaran Guru SD Provinsi Gorontalo.

Training of Trainer PKB GPAI Tingkat Nasional

Tim Solid Pelatih Provinsi Gorontalo PKB GPAI, Hotel Horison Bandung, 8-15 Desember 2021.

Pemateri pada kegiatan PPKB PAI Tingkat Provinsi Gorontalo

Hotel Grand Q Kota Gorontalo 8-10 Oktober 2021.

Rabu, 08 Februari 2023

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DIFERENSIASI

 

IMPLEMENTASI DIFERENSIASI DALAM PEMBELAJARAN

Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu murid. Menurut Tomlinson (1999:14) dalam kelas yang mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi, seorang guru melakukan upaya yang konsisten untuk merespon kebutuhan belajar murid. 

Melakukan pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di mana guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan. Bukan. Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau Superman yang bisa ke sana kemari untuk berada di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan memecahkan semua permasalahan. Lalu seperti apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi?

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:

  1. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
  2. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
  3. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang proses belajar mereka.
  4. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas, namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
  5. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.

Keputusan Ibu Renjana memberikan soal yang sama kepada ketiga murid yang selesai lebih dahulu tidak dapat disebut sebagai pembelajaran berdiferensiasi. Pertama karena tambahan soal diberikan dengan tujuan agar ketiga anak tersebut tidak mengganggu temannya yang belum selesai. Kedua, ketiga murid tersebut kemungkinan membutuhkan tingkat kompleksitas yang lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan belajarnya. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Dengan demikian, Ibu Renjana perlu memperhatikan kebutuhan belajar murid-muridnya dengan lebih komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar murid-muridnya tersebut.

Kaitan dengan Standar Nasional Pendidikan

Di dalam  Standar Proses, dijelaskan tentang kriteria minimal proses pelaksanaan pembelajaran yang harus dilakukan guru. Salah satunya terkait dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam pembuatan RPP terdapat beberapa prinsip yang harus diikuti, dimana salah satunya adalah bahwa perencanaan pembelajaran harus dilakukan dengan memperhatikan perbedaan individu setiap peserta didik. Dapatkah Ibu/Bapak melihat keterkaitan antara prinsip ini dengan topik bahasan yang baru saja Ibu/bapak pelajari?

Selanjutnya, kita akan mempelajari bagaimana kita dapat mengetahui kebutuhan belajar murid. 

Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. 

Ketiga aspek tersebut adalah:

  1. Kesiapan belajar (readiness) murid
  2. Minat murid
  3. Profil belajar murid

Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).

Mari kita bahas satu persatu ketiga aspek tersebut.

Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata “Kesiapan Belajar”?

Bayangkanlah situasi berikut ini:

Dalam pelajaran bahasa Indonesia, setelah menjelaskan dan memberikan kesempatan murid-muridnya untuk mengeksplorasi beragam teks narasi, bu Renjana meminta murid-muridnya membuat sebuah draf contoh teks narasi sendiri. Ia kemudian melakukan asesmen terhadap draf teks yang telah dibuat oleh murid-muridnya. Setelah melakukan asesmen, ia menemukan bahwa ada tiga kelompok murid di kelasnya.

  • Kelompok A adalah murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan memiliki kosakata yang cukup kaya. Mereka juga cukup mandiri dan percaya diri dalam bekerja.
  • Kelompok B adalah murid yang memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik, namun kosakatanya masih terbatas.
  • Kelompok C adalah murid yang belum memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan kosakatanya pun terbatas.

Informasi yang didapatkan ini kemudian digunakan oleh bu Renjana untuk merencanakan pembelajaran di tahapan berikutnya, dimana ia memberikan bantuan lebih banyak untuk murid-murid yang belum memiliki keterampilan menulis dan memberikan lebih sedikit bantuan untuk murid-murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik.

      Dalam contoh di atas, Bu Renjana mengidentifikasi kebutuhan belajar dengan melihat kesiapan belajar.

      Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi, konsep, atau keterampilan baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka dan memberikan mereka tantangan,  namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi atau keterampilan baru tersebut.  Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001: 46) mengatakan bahwa merancang pembelajaran mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik, biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut sebenarnya menggambarkan beberapa perspektif yang dapat kita gunakan untuk menentukan tingkat kesiapan belajar murid. Dalam modul ini, kita hanya akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif  yang terdapat dalam Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (2001: 47) tersebut.

      Tombol-tombol dalam equalizer mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).

      1. Bersifat mendasar - Bersifat transformatif
        Saat murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru,  yang mungkin belum dikuasainya, mereka akan membutuhkan informasi pendukung yang  jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk dapat memahami ide tersebut.  Mereka juga akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide-ide tersebut.  Selain itu, mereka juga membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang bersifat mendasar serta disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka kuasai dan pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif. 
      2. Konkret - Abstrak
        Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret, sehingga mereka mungkin masih perlu belajar dengan menggunakan beragam alat-alat bantu berupa benda konkret atau contoh-contoh konkret,  atau apakah murid sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak, sehingga mereka mungkin mulai dapat diperkenalkan dengan konsep-konsep yang lebih abstrak.
      3. Sederhana - Kompleks 
        Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu, yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi pada satu waktu.
      4. Terstruktur - Terbuka
        Saat menyelesaikan tugas, kadang-kadang ada murid-murid yang masih memerlukan struktur yang jelas, sehingga tugas untuk mereka perlu ditata dengan tahapan yang jelas dan cukup rinci, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Sementara mungkin murid-murid lainnya sudah siap untuk menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.
      5. Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)
        Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir, dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.
      6. Lambat - Cepat
        Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari topik yang lain.

      Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan.  Adapun tujuan melakukan identifikasi atau pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).

      2. MINAT MURID

      Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri.

      Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai berikut:                  

      • membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar;
      • mendemonstrasikan keterhubungan antar semua pembelajaran;
      • menggunakan keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan;
      • meningkatkan motivasi murid untuk belajar.

      Minat sebenarnya dapat kita lihat dalam 2 perspektif. Yang pertama sebagai minat situasional. Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis yang dicirikan oleh peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada saat tertentu. Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang topik hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan tersebut, karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat menghibur,  menarik dan menggunakan berbagai alat bantu visual.  Yang kedua, minat juga dapat dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu. Minat ini disebut juga dengan minat individu. Seorang anak yang memang memiliki minat terhadap hewan, maka ia akan tetap tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun mungkin saat itu guru yang mengajar sama sekali tidak membawakannya dengan cara yang menarik atau menghibur. 

      Karena minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran, maka memahami kedua perspektif tentang minat di atas akan membantu guru untuk dapat mempertimbangkan bagaimana ia dapat mempertahankan atau menarik minat murid-muridnya dalam belajar. 

      3. PROFIL BELAJAR MURID

      Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar. Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri.  Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka. 

      Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

      • Preferensi terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak terstruktur,  dsb. 
        Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb.  
      • Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.
      • Preferensi gaya belajar.
        Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru.  Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu:
        1. visual: belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar, menampilkan diagram, power point, catatan, peta, graphic organizer ); 
        2. auditori: belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan keras, mendengarkan pendapat  saat berdiskusi, mendengarkan musik); 
        3. kinestetik: belajar sambil melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on, dsb).

          Mengingat bahwa murid-murid kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka penting bagi guru untuk berusaha menggunakan kombinasi gaya mengajar.

      • Preferensi berdasarkan kecerdasan majemuk (multiple intelligences): Teori tentang kecerdasan majemuk menjelaskan bahwa manusia sebenarnya memiliki delapan kecerdasan berbeda yang mencerminkan berbagai cara kita berinteraksi dengan dunia. Kecerdasan tersebut adalah visual-spasial, musical, bodily- kinestetik, interpersonal, intrapersonal, verbal-linguistik, naturalis, logic- matematika.

      Senin, 02 Januari 2023

      TES

       TES

      Kamis, 29 Desember 2022

      Serunya Kelas B15 Kegiatan ToT Pedagogik 1 PPKB GPAI Tahun 2022

       

      Serunya Kelas B15 dalam Kegiatan ToT Pelatih daerah Pedagogik 1 PPKB  GPAI Tahun 2022





      Kegiatan Training of Trainer (ToT) PPKB GPAI Tahun 2022 dilaksanakan secara serentak secara daring mulai tanggal 19 - 28 Desember 2022. Kegiatan ToT bagi Guru PAI pada jenjang TK, SD, SMP, SMA/SMK yang meliputi 6 Jenis Pelatihan yaitu: Pedagogik 1 (Perencanaan Pembelajaran), Pedagogik 2 (Model Pembelajaran), Pedagogik 3 (Penilaian Pembelajaran), Profesional 1 (Substansi Materi), Profesional 2 (Publikasi Ilmiah) dan Profesional 3 (Karya Inovatif). Durasi pelatihan selama 36 Jam yang terbagi selama 10 hari yang dimulai pukul 13.00 - 17.00 setiap harinya. 

      Pada jenjang Sekolah Dasar untuk Pedagogik 1 tentang perencanaaan pembelajaran terbagi dalam 16 kelas dibawah bimbingan Nazirwan selaku Pelatih Nasional Pedagogik 1. Spesial kelas Ped 1 B 15  merupakan kelas yang di ampu oleh Bambang Rianto dan Farida Galela sebagai Pelatih Provinsi Pegagogik 1. Pada kelas tersebut terdapat 20 Guru PAI yang terlibat aktif dalam kegiatan ToT Pelatih Daerah PPKB GPAI. Para peserta merupakan gabungan dari Provinsi Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku dan Maluku Utara.

      20 orang GPAI pilihan hebat dari setiap provinsi yang masuk di kleas Ped. 1 B15 yaitu : Provinsi Gorontalo antara lain: Arifa Pakaya, Anita Pilomonu, Paramita Isman Mooduto, Salim tejo, Lusyan Usman, Aswad Lause. Provinsi Sulawesi Barat antara lain: Imran Saidi, Nok Torikol Hasanah, Rahmayani, Saderiati J, Hasdia. Provinsi Maluku antara lain: Cici Khoiriyah, Ihwan Subhan Bugis, Irma Rado, Damu Kai, Ermiyanti Rumaf, Marlia Arfa Mahulette, Andriyati, Rahmawati Salmin. Provinsi Maluku Utara hanya satu orang yaitu Sunarmi.

      Kegiatan hari perdana diawali dengan Pembukaan oleh Direktorat Pendidikan Agama Islam  yang dilakukan secara daring melalui kanal Zoom Meeting dan Youtube. Dalam sambutannya , Amrullah selaku Direktur Pendidikan Agama Islam menyampaikan "setiap guru dapat mengupdate Ilmunya saat ini, dan dapat memprediksi isu – isu apa yang terjadi yang akan datang bagaimana kita mengatasi pasca pendidikan di massa pandemik dan menguatkan kompetensi  Pedagogik , kepribadian, sosial, profesional, spritual dan leadership" 

      Kegiatan selanjutnya penguatan moderasi beragama oleh  Imam Buchori. Dalam pemaparannya bahwa "Moderasi beragama adalah proses memahami sekaligus mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, agar terhindar dari perilaku ekstrem atau kelebihan-lebihan saat mengimplementasikannya. Moderasi beragama itu adalah suatu pegangan dan landasan yang berpegang pada empat indikator yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan adanya penerimaan terhadap tradisi. Moderasi beragama dalam kehidupan beragama & berbangsa diantaranya: memperkuat esensi ajaran agama dalam bermasyarakat, mengelola keragaman tafsir keagamaan dengan mencerdaskan kehidupan dalam keberagamaan".

      Kegiatan hari kedua tentang penguasaan LMS PPKB GPAI dilakuakn secara sinkronous dipandu oleh Bambang Rianto selaku Pelatih Provinsi Pedagogik 1. Kegiatan penguasaan LMS merupakan materi yang sangat urgen karena LMS tersebut digunakan dalam kegiatan pelatihan dalam memahami modul, meresume, mengerjakan LK, mengapload LK, berdiskusi, video conferensi dan diskusi lainnya. Penguatan Materi dilanjutkan dengan demontasi dari peserta  tentang pemanfaatan LMS. kegiatan selanjtnya ansinkronouse selanjutnaya tentang Materi Karakteristik Peserta didik dengan membaca, menelaah, dan meresume materi pada LK.Resume Materi Karakteristik Peserta didik.

      Kegiatan hari ke-tiga berdiskusi dan mengerjakan LK. Rancangan karakteristik peserta didik, dilanjutkan secara sinkronouse tentang materi Analisis SKL, CP, dan Kaitannya dengan pembelajaran. Kegiatan secara sinkronouse mengikuti sesi orientasi sesi materi serta memahami CP dan kaiatannya dengan pembelajaran. Kegiatan tersebut di pandu oleh farida Galela selaku Pelatih Provinsi. Kegiatan diskusi dan menyelesaikan LK. Analisis SKL, CP dan Kaitannya dengan pembelajaran. Materi Analisis Minggu Efektif membaca, menelaah modul dan meresume materi Materi Analisis Minggu Efektif.

      Kegiatan hari ke-empat secara ansinkronouse materi Program Tahunan yaitu membaca, menelaah, dan meresume materi Program Tahunan. Materi Program Semester yaitu Membaca, menelaah, dan meresume materi Program Semester. Mengikuti sesi sinkronouse berupa penguatan, berdiskusi, dan pemberian orientasi dalam menyelesaikan tentang Materi MEP, Prota dan Prosem yang di paparkan oleh Bambang Rianto.

      Kegiatan hari ke-lima yatu berdiskusi dan menyelesaikan tugas LK. Analisis Minggu Efektif, LK. Program Tahunan, LK. Program Semester. Materi Silabus Satuan Pendidikan dengan membaca, menelaah, dan meresume modul materi Silabus Satuan Pendidikan dan berdiskusi serta mengerjakan LK.Silabus Satuan Pendidikan.

      Kegiatan Hari Ke-enam, tentang materi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu Membaca, menelaah, serta meresume materi KKM. Materi Indikator Pencapaian Kompetensi dengan membaca, menelaah, serta meresume materimateri IPK. Selanjutnya kegiatan sinkronouse berupa mengikuti sesi penguatan materi Kriteria Ketuntasan Minimal dan Indikator Pencapaian Kompetensi, dan kaitannya dengan Kriteria Ketercaian Tujuan Pembelajaran (KKTP) di paparkan oleh Farida Galela.

      Kegiatan hari ke-tujuh, berdiskusi dan mengerjakan LK. Menyusun KKM Berdiskusi dan mengerjakan LK. Menyusun IPK. Materi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan berdiskusi dan mengerjakan LK. Penyusunan RPP.

      Kegiatan hari ke-delapan, Materi Penyusunan ATP dilakukan dengan diskusi tentang memahami capaian Pembelajaran (CP), dan langkah dalam menyusun tujuan Pembelajaran. Merumuskan tujuan pembelajaran dari capaian pembelajaran, menggunakan LK. Tujuan Pembelajaran. Berdiskusi tentang langkah-langkah dalam menyusun Alur Tujuan Pembelajaran (ATP). Dilanjutkan dengan sinkronouse mengukuti sesi penguatan materi tentang menyusun ATP yang disampiakan oleh Bambang Rianto.

      Kegiatan hari ke-sembilan, Menyusun Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) menggunakan LK. Materi 11. Modul Ajar Membaca, menelaah, dan meresume modul Ajar, serta menyaksikan video tentang menyusun Modul Ajar. Secara sinkronouse dengan mengikuti sesi penguatan langkah-langkah menyusun Modul Ajar oleh Farida Galela.

      Kegiatan hari ke-sepuluh, Berdiskusi dan menyelesaikan LK. 19. Modul Ajar. dan penyelesaian seluruh tagihan peserta ToT yang belum memasukkan tugas berupa, resume, LK dan diskusi. Tepat pukul 14.00 WIB kegiatan Postest sebagai bentuk evaluasi terhadap penguasaan pelatihan oleh peserta ToT. Kegiatan Penutupan merupakan tanda berakhirnya ToT yang dilaksanakan secara maraton selama 10 hari.

      Sebagai Pelatih Provinsi memiliki kesan yang sangat luar biasa dan terharu. karena selama 10 hari bercibaku dengan para peserta ToT. Mulai dari memberikan instruksi, mengarahkan peserta, mengintervensi tugas-tugas peserta, menangani peserta yang salah upload tugas, masalah jaringan internet, pemahaman peserta terhadap LMS dan presure dari Pelatih Nasional tentang keaktifan peserta. Secara Jadwal kegiatan dimulai pukul 13 .00 - 17.00, tetapi selaku PP, kami mulai dari pukul 05.00 - 00 sudah start dengan pemberian tugas, baik LK, Diskusi, vicon dan resume. bahkan masih ditambah dengan Evaluasi dan breafing dari PN sampai larut malam. bahkan masih dilanjutkan dengan mengoreksi dan menilai tugas-tugas peserta ToT. Ada kalanya waktu sudah berganti tanggal baru , tak terasa jari dan mata ini masih setia untuk melihat, dan menilai tugas-tugas Peserta.

      Begitu juga dengan kesan yang disampaikan oleh peserta ToT, sangat luar biasa.

      Silahkan berikan komentar/ kesan/ pesan bapak ibu di kolom bawah ini.

      PKB GPAI, Jelas Profilnya, tepat Pelatihannya.






















      Kamis, 08 Desember 2022

      Restitusi: Sebuah Cara Menanamkan disiplin positif Pada Murid

       

      Hukuman, Konsekuensi dan Restitusi

      Dalam menjalankan peraturan ataupun keyakinan kelas/sekolah, bilamana ada suatu pelanggaran, tentunya sesuatu harus terjadi. Untuk itu kita perlu meninjau ulang tindakan penegakan peraturan atau keyakinan kelas/sekolah kita selama ini. Tindakan terhadap suatu pelanggaran pada umumnya berbentuk hukuman atau konsekuensi. Dalam modul ini akan diperkenalkan program disiplin positif yang dinamakan Restitusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). 
       
      Sebelum kita membahas lebih mendalam tentang penerapan Restitusi, kita perlu bertanya dahulu, adakah perbedaan antara hukuman dan konsekuensi? Bila sama, di mana persamaannya? Bila berbeda, bagaimana perbedaannya? Di bawah ini Anda akan diberikan suatu gambaran perbedaan antara Hukuman, Konsekuensi, dan Restitusi itu sendiri. Bila kita melihat bagan di bawah ini, kata disiplin tanpa tambahan kata ‘positif’ di belakangnya, sesungguhnya sudah merupakan identitas sukses dan hukuman merupakan identitas gagal. Disiplin yang sudah bermakna positif terbagi dua bagian yaitu Disiplin dalam bentuk Konsekuensi, dan Disiplin dalam bentuk Restitusi,  

       Berdasarkan bagan diatas, maka kita bisa menyimpulkan bahwa hukuman bersifat tidak terencana atau tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan murid hanya menerima suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau pengarahan dari pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa fisik maupun psikis, murid/anak disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata. Sementara disiplin dalam bentuk konsekuensi, sudah terencana atau sudah disepakati; sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Umumnya bentuk-bentuk konsekuensi dibuat oleh pihak guru (sekolah), dan murid sudah mengetahui sebelumnya konsekuensi yang akan diterima bila ada pelanggaran. Pada konsekuensi, murid tetap dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek. 

      Konsekuensi biasanya diberikan berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur, misalnya, setelah 3 kali tugasnya tidak diselesaikan pada batas waktu yang diberikan, atau murid melakukan kegiatan di luar kegiatan pembelajaran, misalnya mengobrol, maka murid tersebut akan kehilangan waktu bermain, dan harus menyelesaikan tugas karena ketertinggalannya. Peraturan dan konsekuensi yang mengikuti ini sudah diketahui sebelumnya oleh murid. Sikap guru di sini senantiasa memonitor murid.

      Makna Disiplin

                                                                                                                                                                                                                                                Makna Kata Disiplin 

      Ketika mendengar kata “disiplin”, apa yang terbayang di benak Anda? Apa yang terlintas di pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan.  Kata “disiplin” juga sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan kalau perlu tidak digunakan sama sekali. 

      Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.

      Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa 

      “dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka. 
      (Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,  Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470)

      Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.

      Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah: 

      mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)

      Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. 

      Diane juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi dengan disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna.  Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai.  

      Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Dalam hal ini Ki Hajar menyatakan; 

      “...pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah selalu menjadi sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan atau pimpinan dalam umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang tadi harus mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala hak dan kewajibannya. 
      (Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,  Cetakan Kelima, 2013, Halaman 469)

      Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. 
       

      Referensi: 
      Restitution: Restructuring School Discipline, Diane Chelsom Gossen, 2001, New View Publications, North Canada.
      Ki Hajar Dewantara; Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,2013, UST-Press bekerjasama dengan Majelis Luhur Tamansiswa.

      Sabtu, 03 Desember 2022

      Essyaku di Pendidikan Guru Penggerak

      Sabtu, 12 November 2022

      KEGIATAN-8: JURNAL REFLEKSI DWIMINGGUAN, 5 NOVEMBER 2022

                                                       JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN

      “Murid, Engkau segalanya Bagiku”


      Gorontalo, 5 November 2022.


      Setelah memahami tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara  yaitu “Pendidikan menghamba kepada murid”. ,  saya mencoba untuk menerapkan dalam pembelajaran di kelas 4 dengan optimal sesuai dengan pemahaman saya bahwa pembelajaran harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan murid. hal yang saya lakukan adalah menerapkan diferensiasi dalam pembelajaran. Hal yang baik dari pembelajaran ini adalah saya tidak menyamaratakan kemampuan murid  dalam pembelajaran. Hambatan yang saya alami adalah ketika dilakukan pembagian kelompok sesuai dengan kemampuannya. Setiap kelompok meminta untuk didampingi/difasilitasi dalam diskusi kelompoknya, sehingga menghambat kelompok lain dalam mengerjakan tugas. Solusi untuk  mengatasi hal tersebut, saya berkomitmen untuk membagi waktu dalam membimbing kelompok sesuai dengan tingkat permasalahan yang terjadi di kelompoknya.


      Perasaan yang saya dapatkan setelah pembelajaran tersebut adalah nyaman dan bahagia, karena saya tidak lagi menuntut siswa tetapi yang saya lakukan benar-benar menuntun siswa dalam belajarnya. Perasaan bahagia saya rasakan setelah melihat murid-murid benar-benar merasakan proses belajarnya secara merdeka.


      Pembelajaran yang saya dapatkan sebagai seorang guru adalah “murid adalah fokus utama dalam pembelajaran, murid jangan dituntut, tetapi mereka harus dituntun dengan gaya belajarnya dan kemampuannya”. Hal yang baru setelah melaksanakan pembelajaran ini bahwa murid memiliki kodratnya yang berbeda-beda, oleh karena itu diperlukan gaya belajar yang berbeda. Sebagai guru saya harus melaksanakan pembelajaran sesuai dengan gaya belajar dan kemampuannya. 


      Agar lebih baik lagi tentunya, saya akan memperbaiki dari kekurangan yang sudah dilakukan. kekurangan yang diperoleh dari refleksi diri dan murid selama pembelajaran. Tindakan saya setelah pembelajaran ini adalah dengan melakukan aksi nyata. 

      1. Menerapkan diferensiasi dalam setiap melakukan pembelajaran.

      2. Berbagi dengan rekan guru melalui pengalaman yang telah dilakukan dalam pembelajaran

      3. Melakukan kegiatan praktik  baik.